Galau setelah lulus sekolah

Waktu dulu setelah lulus SMA, sempat ditanya nanti lulus mau kuliah jurusan apa?



Karena sebagai anak bawang dengan pengalaman cuma gambar karakter Saint Saiya (itupun jiplak) dan taunya yang kuliahnya hanya gambar adalah arsitek, maka yang kepikiran waktu itu setelah SMA adalah kuliah di jurusan arsitek.

Sempat dikirim ke luar negeri untuk kuliah, tapi nyangkut di program pre-uni(versity) dulu biar lancar bahasa Inggris dan belajar dasar-dasar desain.

Sampai akhirnya lepas juga dari program itu, dan coba-coba daftar kuliah di negeri sana. Mereka minta saya tulis tiga alternatif jurusan. Setelah baca-baca jurusan yang ada, akhirnya pilihan pertama jatuh ke S1 arsitek. Kedua jatuh ke S1 desain interior. Terakhir jurusan D3 desain grafis.

Pilihan pertama langsung gugur begitu di kasi tes untuk bikin mock-up jembatan yang kalau dikasi beban X kg harus mampu menahan. Tapi kalau bebannya lebih dari itu, jembatannya musti roboh. Edan, baru mau belajar udah dites kayak gini. Akhirnya dengan legowo saya mengundurkan diri secara terhormat.

Pilihan kedua, desain interior. Waktu interfiew dengan salah satu pengajarnya, dia tanya kenapa portfolionya kebanyakan berupa gambar life drawing, poster dan semacamnya. Saya bilang, waktu di program pre-uni yang diajarkan memang itu. Akhirnya dia memberikan sebuah buku yang didalamnya ada karya-karya desain interior bikinan mahasiswa sana. Dia tunjuk salah satu karyanya, yang menurut saya waktu itu mirip sangkar burung yang dari dahan-dahan kayu. Karena emang dasarnya polos, saya bilang itu adalah "Bird's Nest". Ekspresi mukanya langsung speechless - OMG - WTF this bloody Indonesian - gabung jadi satu. Akhirnya dia menyarankan supaya saya belajar lagi tentang desain dan dengan baik hati dia mengantarkan sampai pintu ruangan interview, dan kata-kata terakhirnya adalah "Good Bye".

Tinggal sisa pilihan terakhir nih.
Musti all out ngecap nih.
Atau bisa gk jadi kuliah nih.

Kebetulan waktu mau interview pilihan terakhir, ternyata lawan bicaranya adalah mantan orang Indonesia yang sudah menjadi warga sana, dan yang mengelola program pre-uni yang saya ikuti. Akhirnya ngobrol dulu dengan dia, dan dia mau meloloskan saya di jurusan D3 desain grafis tersebut, dengan satu syarat yaitu di semester pertama nilainya tidak ada yang jeblok.

Tapi ternyata takdir memilih jalan cerita yang berbeda, akhirnya saya tidak jadi masuk semua jurusan tadi dan memilih untuk kuliah di Indonesia.

What a waste?

Not really.

Beberapa metode pengajaran yang di dapat dari pre-uni tadi, merubah kebiasaan saya dalam proses mendisain sesuatu. Salah satunya adalah... sketch, sketch, and sketch.

Nah dari sanalah akhirnya saya memutuskan untuk kuliah jurusan desain grafis di Indonesia. Tapi waktu cari-cari universitas di Indonesia, untuk jurusan desain grafis waktu itu masih jarang dan yang paling mentereng adalah di salah satu universitas terkemuka di Bandung. Tapi itu pun sudah tutup pendaftarannya. Dan gak pede juga untuk masuk kesana.

Akhirnya kontak-kontakan dengan temen seperjuangan waktu di negeri asing dulu, dia ternyata sudah daftar di salah satu universitas di luar Jakarta, dan masih buka pendaftaran untuk siswa jadi bisa masuk di pertengahan semester.

Akhirnya coba daftar kesana.

Disana sempet ditest oleh dosen dengan ciri khas rambut putih belah tengah, yang ternyata juga kajur jurusan DKV. Oh iya, disana tidak ada jurusan desain grafis. Adanya jurusan Desain Komunikasi Visual, yang saya waktu itu saya artiin dengan sok tau adalah jurusan yang mempelajari bagaimana menyampaikan pesan secara visual. Mirip-mirip lah dengan disain grafis pikir saya waktu itu. Soalnya mata kuliahnya banyak berhubungan dengan gampar-mengambar. Gambar Saint Saiya saya yang dulu waktu SMA bisa berkembang nih disini. Mungkin bisa jadi karakter baru Saint Saiful dengan nuansa lokal.

Waktu di interview beliau, dengan pede saya tunjukan beberapa masterpiece yang pernah saya bikin dulu waktu di negeri asing itu.

Dia cuma melihat sekilas dan bilang satu kata yang masih saya ingat sampai sekarang, dan sempat bikin shock. Katanya waktu itu adalah "Chaos". WTF!!!! Karya masterpiece yang berjam-jam, berhari-hari, bermalam-malam saya kerjakan di bilang chaos.

Badan langsung kaku. Mulut gagu. Mata lesu. Hati ragu. Jiwa terbelenggu.

Tapi akhirnya, dengan badan lesu saya terima kritik-kritiknya. Hari itu seras bagai berabad-abad. Padahal sih cuma satu setengah jam.

Akhirnya dia bilang, kalau mau bergabung disini, silahkan melengkapi data-data yang dibutuhkan, dan bisa langsung masuk setelah semua itu selesai. Yowes. Daripada nanti tidak sekolah dan dapet ceramah terus dirumah. Akhirnya saya lanjutkan semua prosesnya sampai akhirnya jadi juga saya menjadi anak kuliahan jurusan DKV.

Komentar