Yup.. mengerikan bukan.
Ini beneran lho, dan benar-benar terjadi.
So... hati-hati teman, efek menularnya pun sangat cepat, melebihi wabah malaria maupun wabah muntahber. Ini lebih dahsyat...
Kenyataan ini saya alami sendiri, dan saya lihat sendiri, bahkan saya pun suka tertular juga...
Yaa... tergantung kondisi sih.
Jadi begini ceritanya, setiap pagi sudah menjadi kegiatan resmi saya untuk pergi mengantar anak ke sekolah menggunakan sepeda motor. Berangkatnya pun selalu dibawah jam tujuh pagi, pastinya lah. Diatas jam tujuh pagi sudah dipastikan anak saya terlambat masuk sekolah. Selama perjalanan menuju sekolah, disekitar rumah jalanannya walaupun ramai dan agak tersendat, tapi sebagai pengguna biker masih bisa jalan melipir-melipir disisi jalan, bahkan disamping mobil jarak tipis. Disitu masih "lancar", karena belum ketemu yang namanya lampu merah.
Naah... begitu sampai lampu merah, disitu saya tersentak karena melihat banyak banget pasien buta warna yang mengendarai kendaraan bermotor, terutama roda dua. Mereka mungkin penyakit buta warnanya sudah sedemikian akut, jadi sering kali langsung asal terabas jalanan walaupun lampunya sedang merah. Sering kali saya heran dan hanya melongo kalau melihat brother bikers yang main terabas lampu merah karena dari arah lain yang lampunya hijau, kendaraannya mulai bergerak maju. Sering kali brother bikers yang menerabas lampu merah itu musti kepat-kepot main gocek salip tipis biar gak keseruduk oleh kendaraan yang lampunya hijau. Memang tidak semua brother bikers yang terabas lampu merah, tapi banyak yang begitu. Dan kalau pun lagi pada anteng dan normal nih matanya, begitu ada seorang pelopor yang main terabas, langsung deh menular tuh penyakit buta warnanya just like that... instantly bro. Untuk biker pemula seperti saya yang masih suka ragu-ragu untuk follow the pack, dengan cap-cip-cup-daun-kancut... suka tertular juga akhirnya. Tapi kalau lagi bawa anak sekolah, nanti suka ingat ada penumpang, baru deh mata kembali normal. Serius, untuk menahan gejolak wabah buta warna itu memang penuh godaan, apalagi waktu lagi naik motor sendiri.
Kalau lagi giliran saya yang dapat lampu hijau, waktu mau maju, eh dari arah berlawanan yang lampunya merah, malah ada yang maju nerabas..bas..bas kearah saya. Kalau dipepetin malah dianya yang lebih galak sambil teriak "Woi.. jalan sebelah lu masih luas kali!!".
Masalahnya bukan jalanan diruas saya lebih luas atau tidak, tapi situ yang nyerobot jalur saya. Udah salah sewot lebih galak. Kalau saya mah waktu lagi kumat buta warnanya, waktu didepan ada orang yang arahnya lampu hijau dan saya lagi nerabas, saya yang melipir minggir, ciut seperti ayam mau nyebrang dijalan, karena walaupun lagi kumat, saya sadar ambil jalur orang. Selain itu saya orangnya cinta damai wkwkwkwk.
Orang bilang hidup di kota besar seperti Jakarta keras, tapi bukan berarti musti seenak jidat terabas sana sini. Mungkin mereka terlambat bangun karena semalam habis ngerjain revisi jadi paginya telat bangun, mungkin mereka terlalu banyak sarapan yang manis-manis jadi sugar-rush efeknya dunia serasa melambat padahal orang lain yang melihat mah dia udah jalan setengah terbang, atau mungkin selain buta warna dia juga berkepribadian ganda yang salah satu keperibadiannya adalah sang pembalap Rossi... apapun itu, tolong deh dipahami kalau lampu warnanya merah berarti stop, hijau berarti jalan. Sederhana kok. Saya juga pasien buta warna yang masih dalam tahap pengobatan dan kadar buta warnanya sudah menurun jauh. Jadi kalau sama-sama berobat buta warna, saya yakin, tidak ada lagi brother bikers yang main serabar-serobot lampu merah.
Inget pepatah lama... Bebek aja bisa ngantri, masa ente tidak.
Eh.. bicara soal antri... ada wabah baru lagi tuh... paling sering kejadian waktu mau bayar di mini market... tapi itu cerita dilain waktu. Kalau ditulis di sini nanti kehabisan bahan dong sayah.
Salam Bikers.
Komentar
Posting Komentar
Monggo komennya